Wednesday 15 May 2019

Cari Calon Suami Kaya


Hai apa kabar hari ini, sudah memasuki puasa hari ke-10 ya ternyata. Alhamdulillah telah melaksanakan puasa 9 hari puasa. Semoga tetap Istiqomah menjalankan rutinitas ibadahnya.

Kali ini akan membahas tentang calon suami. Bukan berarti aku akan menikah dalam waktu dekat ini. Hanya saja aku tertarik untuk menuliskan ini, karena merasa sesuatu yang terpendam ini rasanya ingin diungkapkan.

Tadi malam ditelpon sama mas (kakak laki-lakiku) karena dia sedang dirumah, entah kenapa dalam telpon itu kemudian pembahasan kami tentang menikah. Memang aku yang memulai, niat untuk menanyakan ke masku karena terhitung umurnya memang sudah lumayan untuk menikah. Tapi kemudian aku yang kena imbasnya karena umurku pun sekira sudah wajar untuk menikah.

Ibu : Nanti kalau nikah cari calon suami yang kaya ya.
aku : Lah kenapa memang bu?
Ibu : Ya biar hidupmu enak, nggak susah.
Aku : Ya kali bu, nikah cuma karena kaya. Kalau kaya tapi nggak sholeh gimana?
Ibu : Ya yang kaya sama sholeh.
Mas : Iya kaya, tapi yang kaya orang tuanya, anaknya males-malesan. Ya sama aja susah juga.
Aku : Nah tu bener mas, setuju aku. Lagian bu nanti kalau cari yang kaya, Mas kapan nikahnya. Lah kalau semua perempuan pengennya nikah sama yang kaya. Bu, ibuu itu punya anak laki-laki dan perempuan lo, Nanti kalau aku mau nikah memberatkan calonku, nanti gimana kalau mas diberatkan juga sama calonnya. kan kasian.
Ibu : Ya iya sih, ya sudah kerja aja dulu. Bantuin mas buat modal nikah. hahaha.

Kira-kira begitulah isi percakapan antara anak-anak yang sudah mulai beranjak dewasa dengan orang tuanya terutama ibu.

Suatu hari bulekku bilang "Ku do'akan kamu nanti dapat suami yang kerjanya dikantoran atau PNS yang kaya, biar hidupmu enak nggak susah, yang sholeh juga".
Aku cuma senyum dan menanggapi "Sebentar ya bulek, aku ngaca dulu, hahaha kan jodoh itu cerminan diri kita, lah kira-kira ponakan bulek ini pantas nggak dapat yang kayak gitu"

Bukannya nggak pengen punya suami kaya, tapi untuk apa kaya kalau dia nggak menghargai wanita, memang wanita hanya dihargai dengan kekayaan saja, untuk apa kaya kalau hanya kaya harta, tak diimbangi dengan keramahan, kasih sayang dan masih banyak lagi yang perlu dipertimbangkan. Hidup terlalu kejam jika hanya mengandalkan kekayaan. Bukan berarti nggak pengen kaya, karena muslim itu memang harus kaya supaya bisa lebih banyak bisa membantu saudara-saudara muslim yang lain. Tapi nikah kalau cuma karena kaya, lalu ketika kekayaan itu hilang, maka akan kecewa.

Dia kaya, tapi kalau ternyata dia bukan orang yang sopan, hanya memandang kebahagian itu dinilai dari banyaknya harta, dia kaya tapi dia pandai berbohong, dia kaya tapi sering membuat kecewa, dia kaya tapi tangan sangat ringan melayang untuk menyakiti, dia kaya tapi tidak pernah berbagi, dia kaya tapi hanya untuk diri sendiri dan keluarga, dia kaya tapi selalu mengejar dunia dan menumpuk kekayaan tanpa mengingat untuk membimbing keluarganya menuju kebaikan. Takutnya dia kaya, lalu dia meremehkan rezeki yang sedikit.

Bagaimana kalau dia hanya melihatku memilihnya hanya karena hartanya, lalu dia bisa saja memperlakukanku sesuka hatinya tanpa memikirkan perasaanku. Bagaimana kalau dia hanya menilai bahagiaku hanya dengan harta.

Aku khawatir jika dia menilai bahwa bahagiku hanya karena harta, lalu dia melakukan segala cara untuk menjadi kaya, bahkan mengambil hak orang lain. Itu bukan bahagia namanya, menikmati apa yang bukan menjadi haknya, lalu menjadi beban fikiran dan kemudian merasa tertekan lalu sakit, apakah harta itu menjadi nikmat atau malah bencana.

Bahagia bukan cuma tentang harta, bukan berarti juga tak menginginkannya. Jika mendapatkan suami yang kaya, alhamdulillah itu artinya dia percayakan hartanya kepadaku untuk menjaganya. Jika mendapatkan yang belum kaya, itu artiinya dia percaya aku yang akan membantu menguatkan dan membantunya untuk meraih semuanya bersama.

Jika bahagia hanya dinilai dari kekayaan, Maka tidak heran banyak adanya koruptor adalah laki-laki, mungkin karena istrinya kurang bersyukur dengan harta yang diberikan suaminya, lalu sang suami melakukan segala cara untuk membahagiakan keluarganya dengan memberikan banyak harta berlimpah dan kehidupan megah, namun dari cara yang tidak berkah.

Aku hanya takut saja ketika kekayaan membutakan segalanya, ujian bagi wanita adalah ketika suaminya tak memiliki apa-apa, dan ujian untuk laki-laki adalah ketika dia telah memiliki segalanya. Aku takut, ketika dia memiliki segalanya, dia akan dengan mudahnya meninggalkan dan membuat banyak kekecewaan.

Mungkin bagi sebagian orang menikah itu simpel banget, karena menikah itu memuliakan sunah dan menyempurnakan separuh agama. Tapi bagiku tidak sesimpel itu, karena menikah itu ibadah seumur hidup, memikirkan akan hidup dengan orang yang tak ku kenal kepribadiannya, sifat dan sikapnya. Karena aku tak pernah mencari tahu bagaimana sosok lelaki idaman, bahkan mungkin aku tidak tahu bagaiman kriteria calon suami idamanku, hanya takut berharap, ketika mengharapkan segala kesempurnaan tapi Allah berikan yang sebaliknya. Hanya bisa berprasangka baik saja sama Allah.

Mungkin mudah diucapkan tapi apakah bisa untuk dipraktekan, bagaimana kalau mengalaminya. Hanya berharap Allah memberikan yang sesuai dengan apa yang kuharapkan.

#Self Reminder  


#Day(10)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallange30HRDC
#30HariRamahanDalamCerita
#Bianglalahijrah

5 comments:

  1. Khawatir tetap ada. Tapi mari kita minimalisir. Perbanyak doa. Minta yang terbaik. Insyaallah , Allah kasih apa yang kita butuh.

    ReplyDelete
  2. Intinya perbanyak do'a ya. Hehehe😉

    ReplyDelete
  3. Ah nyatanya dulu saya juga banyak uang tp nggak bahagia. sekarang uang terhitung kembang kempis tapi bisa bahagia bareng anak2 bareng suami.

    ReplyDelete
  4. Ah nyatanya dulu saya juga banyak uang tp nggak bahagia. sekarang uang terhitung kembang kempis tapi bisa bahagia bareng anak2 bareng suami.

    ReplyDelete
  5. Hehehe ternyata uang juga bukan sumber utama kebahagiaan ya.

    ReplyDelete