Monday 10 June 2019

Segalanya perlu uang, tapi uang bukan segalanya.


Zaman sekarang semua membutuhkan uang, sampai ada sebuah kata-kata "segalanya perlu uang", tapi percayalah uang itu bukan segalanya.

Memang tidak munafik di zaman sekarang segalanya membutuhkan uang, bahkan untuk numpang toilet umum pun harus bayar. Tapi uang menjadi tak berharga ketika tidak bisa menyelamatkan seorang yang kaya raya dari bencana, atau menyelamatkan seorang yang kaya raya dari malaikat maut.

Seorang ustadzah pernah bilang "kalau uang yang kamu miliki masih tau jumlahnya, berarti itu belum banyak". Beliau mengatakan, mencari dunia itu lelah. Lelah mengumpulkan harta lalu kemudian belum lama menikmatinya malah sudah meninggal. Yang lelah mencari kita, yang mempertanggung jawabkan di akhirat juga kita, tapi yang menikmati orang lain. Ya gimana bukan orang lain, kalau sudah dialam kubur tak membawa apa-apa kecuali amal.
Sebanyak apapun hartanya, tidak akan ada artinya kalau dinikmati sendiri.

Ada sebuah kisah, seorang lelaki yang kaya, ada beberapa harta dia dapatkan dengan mengambil hak orang lain. Dia dikaruniai banyak anak, tetapi dari ibu yang berbeda-beda. Ada istri yang dia tinggalkan, namun ada juga istri yang meninggalkannya. Ketika dia hidup dengan anak-anaknya, mereka hanya tahu caranya minta uang, tanpa tahu bagaimana kerja keras untuk mendapatkannya, mereka terbiasa hidup dengan meminta segala sesuatu yang harus segera dituruti, jika tidak maka akan marah kepada orang tuanya. Mereka tidak terbiasa dengan hidup serba terbatas.
Hidupnya merasa tidak tenang. Memiliki uang 5 juta, baginya tak mimiliki uang, karena terbiasa dengan nominal yang banyak. Namun nominal yang banyak itu hanya numpang lewat, beralih dari satu rekening kerekening lain.

Seberapapun hasilnya Alhamdulillah syukuri, yang penting hasil sendiri dengan cara yang benar. Tak mengambil yang bukan hak kita. Semoga kita selalu merasa cukup. Sebanyak apapun hartanya, apa artinya kalau tak pernah dikeluarkan untuk sedekah, zakat ataupun infaq. Dalam harta kita itu terdapat sedikit hak orang lain didalamnya, yang sedikit itu bisa jadi sangat membantu orang lain, yang sedikit itu mungkin menjadi amalan yang banyak untuk kita.

Hasil yang sedikit akan nikmat ketika bersyukur dan menikmatinya bersama orang-orang yang disayangi. Namun hasil yang banyak tidak akan bahagia kalau hanya dinikmati sendiri, tanpa ada orang tersayang, tanpa siapapun dalam hidupnya.

Pernah gak merasa bahagia sekali ketika bisa makan berkumpul bersama keluarga, menikmati masakan ibu, dalam sela-sela makan kadang ada guyonan antara orang tua dengan anak, antara kakak dan adik, atau antara bapak dan ibu. Membicarakan dan mengomentari masakan ibu, atau mengapresiasi masakan ibu yang lezat. Lalu bandingkan bagaimana bahagianya kita ketika makan di restoran mewah dengan menu yang banyak dan lezat, tapi menikmatinya sendirian.
Sungguh bahagia itu tidak bisa dibeli dengan uang, walaupun dengan uang bisa membuat bahagia.

Ketika dulu banget, aku pernah berfikir nanti kalau aku nikah akan menanyakan "kamu siap hidup susah ketika nikah denganku". Ya mungkin terkesan aneh, karena itu yang harusnya diucapkan oleh laki-laki. Tapi akupun berhak mengatakannya, karena dibalik suksesnya laki-laki itu ada wanita yang selalu setia mendampingi. Seorang koruptor bisa saja melakukan korupsi karena tuntutan istri yang selalu dan selalu merasa kurang, sehingga dia melakukan jalan yang salah untuk bisa membahagiakan istrinya.

Wanita itu tidak matre, tapi itu kebutuhan. Bukan hanya untuk kebutuhan dirinya, tapi keluarganya.
Ketika suami memberi uang gaji kepada istrinya dgn jumlah yang banyak, tapi heran kenapa selalu habis. Coba hitung, berapa biaya makan satu hari untuk satu keluarga, berapa biaya sekolah untuk anak, uang jajan anak, bayar listrik, bayar air, sewa rumah (jika ada), beli keperluan mencuci piring dan baju (sepele kelihatannya, tapi ini juga termasuk kebutuhan), untuk transportasi, untuk beli gas, air minum. Ini belum termasuk belanja mainan anak, sepatu atau sendal baru, tidak termasuk make up untuk sang istri sendiri, tidak termasuk baju baru, dan tidak termasuk untuk kebutuhan mendadak. Tidak termasuk pula untuk sedekah dan infaq (untuk membersihkan harta).
Jadi jangan bandingkan total pengeluaran keluarga kita dengan orang lain.

Ya mungkin aku memang belum menikah, sehingga tak perlu repot-repot memikirkan itu sedemikian. Tapi sebagai pelajaran dan bekal. Karena menjadi seorang wanita adalah sebagai bendahara untuk kelurganya, menjaga harta suaminya, apakah digunakan untuk jalan kebaikan yang bisa memberikan kebaikan pula untuk suaminya, atau digunakan untuk jalan yang tidak baik sehingga menjadikan dosa untuk suaminya.