Thursday 26 September 2019

Percakapanku dengan senja

Me:
Hai senja...
Kali ini kamu berbeda, wajah merona mu tak terlihat muram dan redup.
Bagaimana kabarmu, apakah telah terjadi kabar gembira?
Mengapa kamu begitu senang padahal ronamu tak dapat dinikmati oleh pujangga yang menanti kehadiranmu.
Bukankah rintik sendu itu telah melenyapkan rona indahmu, lalu mengapa kau tersenyum?

Senja:
Betapa aku tidak bahagia, ketika rintik sendu mengusir ronaku hari ini. Dia bukan rintik sendu yang dibenci, namun dia rintik yang selalu dinanti untuk menghapus segala sesak yang merasuki jiwa. Tahukah kamu, setiap tetesnya menghapus seberkas perih yang menyelimuti kepedihan negerimu, bahkan tak hanya seorang gadis kecil sepertimu yang girang berlarian dibawah setiap tetes air langit itu. Tapi mereka, para pahlawan yang sedang memadamkan gejolak dalam paru-paru negeri ini.
Tak apa gumpalan mendung hitam menutupi cahayaku yang merona, namun dia akan berganti menjadi butir-butir bening yang menyirami bumi. Asalkan bukan gumpalan asap hitam dari api yang membakar paru-paru negeri ini hingga melukai dan membunuh setiap makhluk didalamnya.

#BersamaSenja

Thursday 12 September 2019

Lapak Literasi Menumbuhkan Budaya Membaca Yang Menyenangkan.



"Membaca itu mengajak kita melalangbuana diantara lembaran-lembaran putih dengan goresan tinta.
Buku itu membuka mata kita untuk melihat dunia yang tak kita lewati namun ingin kita sambangi" ~@faridasepa~

Mungkin saat ini budaya membaca sudah sangat jarang dilakukan, terutama untuk kalangan anak-anak maupun remaja. Rasa enggan untuk membaca buku terjadi  karena sejak dini anak-anak sudah mengenal dan sibuk dengan gadget. Sesuatu hal yang wajar untuk kondisi saat ini bila kita menjumpai balita atau anak usia prasekolah matanya terfokus pada layar handphonenya.

Sibuk main game ataupun menonton video diyoutube sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan. Sebagian orang tua tidak membatasi penggunaan gadget hanya karena alasan agar anak tidak rewel dan mengganggu pekerjaan mereka, namun sebagian yang lain tetap memfasilitasi penggunaan gadget pada anak usia dini dan tetap diawasi dan dibatasi. Selain itu alasan lain yang mungkin kerap kali terjadi adalah memudahkan komunikasi antara orang tua dan anak pada anak usia sekolah, misalnya bila anak pergi untuk mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya, sebagian orang tua mengijinkan untuk penggunaan handphone untuk menghubungi orang tua mereka.

Ada dampak negatif dan positif dari penggunaan gadget pada anak-anak, dampak positifnya adalah bila digunakan dengan bijak pada anak usia sekolah akan memudahkan mendapat informasi yang berhubungan dengan tugas belajarnya bila tidak menemukannya didalam buku pelajaran yang mereka miliki. Namun dampak negatifnya adalah seorang anak menjadi enggan untuk membaca buku, padahal bisa jadi apa yang mereka cari ada didalam buku mereka, hanya saja mereka tidak ingin repot membuka buku dan membaca banyak tulisan yang memperlambat proses belajar, lalu mereka hanya akan mengandalkan google untuk menemukan jawaban. Adanya istilah "Dunia dalam genggaman", sehingga banyak yang lebih memilih untuk belajar instan, hemat waktu, tenaga dan juga biaya.

Walaupun yang kita lihat saat ini banyak yang sudah tak acuh dengan dunia literasi dan membaca terutama didaerah kalimantan khusunya sampit Kalimantan Tengah, namun sesungguhnya dunia literasi itu tetap diminati oleh sebagian orang.

Lapak Literasi Sampit yang digelar setiap minggu sore di ikon patung ikan jelawat atau tempat wisata yang banyak pengunjung yang digagas oleh kumpulan mahasiswa dan pemuda kota sampit yang peduli dengan dunia literasi.
"Dua jam tanpa gadget, program membaca buku bersama, dalam sunday productive" ~Lapak Literasi~

Mungkin banyak yang menganggap "buat apa repot-repot bawa buku ketempat wisata, orang itu ketempat wisata ya untuk jalan-jalan dan berwisata". Ya lagi-lagi mungkin karena kurangnya minat memabaca mebuat orang masa bodo dengan membaca.

Lalu sebenarnya apa tujuan membuka lapak baca ditempat wisata yang banyak pengunjungnya, bukankah membaca itu ada tempatnya, diperpustakaan atau dirumah misalnya, karena tempat wisata itu banyak pengunjung, banyak keluarga yang jalan-jalan untuk refreshing diakhir pekan, mengajak anak untuk menikmati suasana sore ditepi sungai mentaya dengan ikon pantung ikan jelawat, bermain bersama anak-anak atau sekumpulan muda-mudi dan pasangan yang ingin mengahabiskan akhir pekan setelah merasakan lelah dalam pekerjaan selama sepekan.

Ya, justeru karena tempat wisata itu banyak pengunjung terutama akhir pekan, ide untuk membuka lapak literasi ini muncul. Membaca tidak melulu harus didalam ruangan yang tenang, sunyi, dengan deretan buku dirak-rak yang tersusun rapi.

Dengan adanya Lapak Literasi ini, bisa menjadi wadah untuk para orang tua mengajak anak-anak untuk membaca buku dengan cara yang menyenangkan, karena tempat wisata adalah tempat yang terbuka untuk umum dengan biaya yang relatif hemat yaitu hanya biaya untuk parkir sudah bisa menikmati wisata sungai mentaya yang menjadi khas dari kota sampit. Anak dapat dengan leluasa bereksplorasi dalam membaca, tidak hanya anak-anak tetapi remaja maupun orang dewasa dapat dengan nyaman untuk membaca. Dua jam tanpa gadget itu adalah hal yang terkesan sepele, namun berdampak sangat besar. Terbayang bagaimana ketika seseorang telah asyik membaca buku dan melupakan gadgetnya, dan hal yang menarik lagi adalah ketika seseorang membaca sebuah buku, maka dia harus membaca langsung habis dalam sekali duduk, karena waktunya dibatasi hanya dua jam atau sejak habis ashar hingga menjelang magrib. Bila seseorang tidak menghabiskan buku yang dia baca, maka konsekuensinya adalah mereka harus menunggu sepekan kemudian untuk melanjutkan membaca.
Bagi saya menunggu sepekan untuk melanjutkan membaca itu sangat tidak nyaman, terlebih sudah terlanjur membaca dan penasaran dengan akhir ceritanya. Membaca itu tidak seperti menonton, dimana saat membaca kita harus bisa memaknai isi bacaan itu agar dapat mengerti apa yang kita baca, membaca tidak bisa diskip seperti menonton, karena bila diskip akan bingung dengan maksud isinya.

Lalu kenapa tidak diadakan membaca bersama diperpustakaan atau sebagainya. Oke perpustakaan disampit tidak seperti perpustakaan dijogja yang pernah saya kunjungi. Karena jogja adalah kota pelajar yang sebagian besar pengunjung perpustakaan adalah mahasiswa untuk mencari referensi tugas belajarnya. Perpustakaan dijogja ramai pengunjung jadi bisa buka hingga malam dan buka walaupun akhir pekan, berbeda dengan perpustakaan disampit yang dari ukurannya pun tidak sebesar perpustakaan daerah dijogja, kuantitas pengunjung pun tidak sebanyak dijogja, jelas perbedaannya adalah jogja itu kota pelajar dan kota besar yang banyak pendatang dari luar daerah bahkan mancanegara untuk menimba ilmu disana.

Kelebihan Lapak Literasi ditempat wisata adalah:
1. Memberikan kesempatan kepada orang-orang yang mungkin sibuk selama sepekan hingga tidak sempat atau tidak menyempatkan diri untuk membaca dan enggan untuk berkunjung keperpustakaan.
2. Fasilitas membaca gratis dengan suasana yang tidak monoton dan tidak membosankan.
3. Reader tidak dibatasi usia, jadi bisa mulai dari anak-anak hingga dewasa.
4. Waktu membaca yang cukup singkat, sehingga ada tuntutan dari diri sendiri untuk menyelesaikan membaca dan mengurangi pengunaan handphone.

selain lapak literasi yang sudah berjalan sejak awal tahun 2019 ini, dalam upaya pelestarian budaya membaca yang mulai terkikis, terutama dikota-kota kecil yang masih kurang minat membaca. Maka diadakan pula bazar buku yang melalangbuana dipulau kalimantan, terkhusus kalimantan tengah yang bekerjasama dengan penerbit cangkirpustaka. yang telah terlaksana dibeberapa kota dikalimantan tengah, dan saat ini tengah berlangsung dikota sampit. Untuk bazar buku itu sendiri sangat jarang diadakan, sehingga ketika ada bazar buku maka akan sangat banyak pengunjung.

Salah satu yang membuat orang untuk enggan membudayakan membaca adalah akses buku yang masih kurang. Bukan tidak ada toko buku atau perpustakaan, toko buku sudah ada termasuk gramedia dan perpustakaan kota yang ada disampit, dimall pun sudah ada toko buku, hanya saja harga yang menjadi pertimbangan terutama untuk kalangan menengah kebawah, sehingga tidak terlalu memprioritaskan untuk kebutuhan akan literasi.

Peran masyarakat untuk membudayakan literasi didaerah masing-masing, terutama didaerah yang masih kurang minat bacanya adalah dengan membuat komunitas membaca seperti yang telah dilakukan oleh kumpulan pemuda kreatif yang peduli terhadap literasi. Harapannya lapak literasi tidak hanya dikota sampit saja, namun dikota-kota atau daerah-daerah lain yang masih minim minat membacanya. support dari semua pihak juga dibutuhkan termasuk supply buku yang semakin ditingkatkan, untuk menumbuhkan kepedulian terhadap budaya membaca.







Dokumentasi kegiatan Lapak Literasi Setiap Minggu Sore
di Ikon Pantung Jelawat Sampit 



#SahabatKeluarga

#LiterasiKeluarga